INyoman %A Prof.Dr.Ir. Masyhuri %O application/pdf %J Text %T Analisis kelayakan investasi penggantian mesin dan peralatan pabrik roti Golden Star di Makassar %D 2006 %I [Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada %L ugm70292 %A DARMAWAN, Arif %A Hargo Utomo, Dr.,MBA.,M.Com %O application/pdf %J Text %T Anaisis tingkat keberhasilan penerapan sistem PembuatanBiodiesel sebagai Bahan Bakar Alternatif : Transesterifikasi Minyak Kelapa dengan Metanol Menggunakan Katalis NaOH March 2022 DOI: 10.29017/LPMGB.38.3.762 KUMPULANARTIKEL STRATEGI HR MAJALAH HUMAN CAPITAL. Memilih Perusahaan Outsourcing No. 02 - April 2004 Pilih perusahaan outsourcing yang dapat berperan sebagai konsultan. Perusahaan outsourcing yang profesional akan mampu memberikan opini dan alternatif solusi bagi masalah yang berkaitan dengan rekrutmen, seleksi, penentuan profile karyawan, penerapan disiplin sampai dengan pemutusan hubungan EnergiBio terbagi menjadi tiga yaitu Energi Biomassa, Energi Biodiesel, Energi Bioethanol. Dalam hal energi biomassa, untuk menghasilkan energi bisa digunakan berbagai macam bahan bakar, contohnya adalah tanaman dengan potensi produksi nergi yang tinggi seperti jagung dan kedelai, serbuk gergajim kotoran ternak, limbah padan perkotaan dll. Abstract Biodiesel merupakan bahan bakar yang terbarukan dan ramah lingkungan. Biodiesel bisa berasal dari biji tanaman maupun lemak hewan, salah satunya berasal dari minyak sawi D Bahan-bahan pakaian sulit di dapatkan. E. Uang yang dikeluarkan Jepang tidak ada jaminannya. Question is closed for new answers. Skipper Selected answer as best May 19, 2022. Taktik perjuangan yang dilaksanakan oleh para tokoh pergerakan nasional selama masa pendudukan Jepang adalah; Channel Telegram. PenulisR. Eka Rizkiantono, S.Sn., M.Ds. adalah Dosen yang mengajar di Departemen Desain Komunikasi Visual, belajar mendesain di FSRDITB pada Jurusan Desain Komunikasi Visual. Jenjang S2 fokus mempelajari secara khusus mengenai city branding dan branding pada umumnya. Hobi menjelajah negeri-negeri di tanah jauh dengan menggunakan sepeda motor. Dalamkonteks Indonesia, sistem tenurial berbasis masyarakat sudah ditemukan dan disosialisasikan oleh para akademisi Inggris Belanda, antara lain oleh W. Marsden dan C. van Vollenhoven, dalam konteks penemuan hukum-hukum adat Pada masa itu tidak ada istilah khusus untuk sistem tenurial berbasis masyarakat namun mulai diperkenalkan istilah hak Kelapasawit salah satu bahan biodiesel. Di Indonesia ada banyak jenis dari bahan bakar biodiesel antara lain B20, B30, dan B100. B20 berarti ada 20% biodiesel, dan 80% solar. Begitu juga dengan B30 yang berarti mengandung 30% biodiesel, 70% solar. Sedangkan B100, komposisinya 100% biodoesel (biodiesel murni). Zm5W2. Oleh Alwi Shahab Kabar kenaikan harga Bahan bakar minyak BBM non-subsidi jenis pertalite Rp 200 per liter per 24 Maret 2018 kemarin, disayangkan rakyat. Sejak zaman penjajahan, disusul masa Orla, Orba, dan hingga kini, ihwal kenaikan harga kebutuhan sehari-hari selalu menimbulkan gejolak di masyarakat. Bahkan, pada masa pendudukan Jepang Maret 1942 hingga Agustus 1945, sekalipun pemerintahan bertangan besi, gejolak demikian juga terjadi. Untuk itu sebaiknya kita kembali ke masa pendudukan masa itu akibat Perang Asia Timur Raya sebagian besar kegiatan ekonomi telah lumpuh. Perusahaan dan kongsi perdagangan milik Belanda dan Eropa, serta Cina, hampir serentak tutup. Keadaan yang sama juga terjadi di pasar-pasar dan tempat perdagangan lainnya. Bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari ikut lenyap dari pasaran dan sangat sukar dicari. Kala itu, di sektor jual beli, Pemerintah Balatentara Jepang bertindak sebagai perantara dan sekaligus sebagai harga-harga tidak makin membubung, maka ditentukan sejumlah harga kebutuhan pokok masyarakat yang kini dikenal dengan istilah floor price dan ceiling price atawa harga jual terendah dan tertinggi. Rupanya, minyak tanah kala itu merupakan kebutuhan strategis, sekalipun sebagian besar rakyat Indonesia masih menggunakan kayu bakar untuk itu Kantor Besar Pemerintahan Balatentara Jepang menentukan penjualan minyak tanah dan BBM lainnya. Tujuannya untuk memudahkan dan ”merapikan” pembagian minyak tanah dan BBM di Jawa. Maka, harga minyak tanah ditetapkan sebagai berikut satu drum berisi 295 liter senilai 24 perak, isi 190 liter empat perak, dan satu kaleng isi lima liter 40 sen. Bukan saja mengeluarkan peraturan yang menurunkan harga BBM, Pemerintahan Balatentara Jepang juga mengeluarkan pengumuman penurunan tarif bus kota, dari lima sen jadi tiga sen. Penguasa militer Jepang dikenal sangat ketat dalam mengawasi harga-harga eceran BBM dan berbagai kebutuhan pokok di pasar-pasar. Tugas pengawasan ini dilakukan oleh polisi militer Jepang, yang dikenal dengan nama Kempetai. Ada istilah saat itu, ”Bila ditangkap Kempetai pulangnya tinggal nama". Dalam pengawasan ini tidak tanggung-tanggung Kempetai menyebarkan mata-mata ke pasar-pasar dan pusat-pusat perdagangan. - Kehidupan ekonomi rakyat Indonesia pada masa penjajahan Jepang mencatatkan sejarah yang cukup kelam. Pemerintahan militer Jepang alias Dai Nippon menduduki wilayah Indonesia selama 2,5 tahun yakni sejak 1942 hingga 1945 dan mengakibatkan dampak yang cukup 8 Maret 1942 di Kalijati, dekat Subang, Jawa Barat, ditandatangani Perjanjian Kalijati yang merupakan tanda menyerahnya Belanda kepada Jepang dalam Perang Asia Timur Raya yang menjadi rangkaian dari Perang Dunia pendudukan Jepang di Indonesia menimbulkan banyak dampak luas terhadap kehidupan rakyat. Mulai dari bidang sosial, politik, pendidikan, kesehatan, hingga ekonomi. Lantas, bagaimana kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia pada masa pendudukan Jepang, apa saja kebijakan yang diterapkan, dan bagaimana dampaknya?Kebijakan Ekonomi Masa Jepang di Indonesia Jepang menerapkan sistem ekonomi perang saat menduduki Indonesia karena kala itu mereka sedang menghadapi Sekutu di Perang Asia Timur Raya. Maka, hampir seluruh kebijakan ekonomi Jepang di Indonesia ditujukan untuk kepentingan aturan diterapkan Jepang untuk mengeruk sumber daya Indonesia. Sistem ekonomi perang mengakibatkan munculnya penyitaan pabrik, perkebunan, bank, perusahaan, dan lainnya. Hal tersebut berdampak terhadap penurunan produksi pangan, kelaparan, sampai juga Sejarah Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia dalam Berbagai Bidang Sejarah PETA di Zaman Pendudukan Jepang Tugas, Tokoh, & Tujuan Sejarah Organisasi Militer di Masa Pendudukan Jepang Pemerintah militer Jepang di Indonesia menerapkan beberapa kebijakan dalam bidang ekonomi, antara lain sebagai berikut Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, bank, dan perusahaan milik pemerintah kolonial Hindia Belanda. Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi pelanggaran yang sangat berat, dan mengendalikan harga untuk mencegah meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan sekaligus memonopoli penjualannya. Penanaman teh, kopi, dan tembakau dibatasi karena tidak langsung berkaitan dengan keperluan militer. Di sisi lain, Jepang menggalakkan penanaman padi, karet, kina, serta jarak untuk memenuhi kebutuhan perang. Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki memenuhi kebutuhan daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang dengan otoriter. Konsekuensinya, semua aset negara dan kekayaan rakyat dikorbankan untuk kepentingan perang. Tahun 1944, Jepang mulai terdesak sehingga tuntutan akan kebutuhan bahan-bahan perang semakin meningkat. Pemerintah Jepang mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran. Rakyat dibebankan menyerahkan sebagian besar bahan pangan kepada pemerintah dan desa. Baca juga Sejarah DAMRI Bermula dari Masa Pendudukan Jepang di Indonesia Sejarah Organisasi Semi Militer Masa Pendudukan Jepang Sejarah Jugun Ianfu pada Masa Penjajahan Jepang di Indonesia Dampak Kebijakan Ekonomi Jepang Terhadap Rakyat Indonesia Kebijakan ekonomi perang yang diterapkan pemerintah militer Jepang di Indonesia menimbulkan dampak yang sangat menyengsarakan rakyat. Banyak lahan pertanian yang terbengkalai akibat kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Selain itu, sebagian besar hasil pertanian harus diserahkan kepada pemerintah. Kondisi ini menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan meningkat drastis. Kehidupan rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, wabah penyakit mewabah melanda hampir di setiap juga Sejarah Pemberontakan PETA di Blitar, Penyebab, & Akhir Supriyadi Sejarah Jepang Masuk ke Indonesia Kapan, Tujuan, & Kronologi Biografi KH Zainal Mustafa & Sejarah Peristiwa Singaparna vs Jepang Peraturan yang diterapkan oleh Jepang mengakibatkan kemiskinan parah. Pakaian rakyat compang-camping, ada yang terbuat dari karung goni yang menyebabkan gatal-gatal, bahkan tidak sedikit yang hanya menggunakan lembaran karet sebagai penutup desa-desa kekurangan tenaga produktif karena para pemuda pribumi dipekerjakan oleh pemerintah Jepang sebagai romusha. Di kota-kota besar, angka kemiskinan semakin tinggi dengan meningkatnya jumlah perekonomian negara mengalami inflasi parah karena uang yang dikeluarkan pemerintah Jepang tidak ada jaminannya. Barang-barang keperluan hidup beredar dalam jumlah yang sedikit sehingga sulit didapat dan sangat mahal juga Apa Itu Romusha di Masa Penjajahan Jepang, Tujuan, dan Dampaknya? Sejarah Pendidikan & Kebudayaan Era Penjajahan Jepang di Indonesia Sejarah Gerakan 3A Propaganda Jepang Demi Simpati Rakyat Indonesia - Sosial Budaya Kontributor Nurul AzizahPenulis Nurul AzizahEditor Iswara N Raditya OLEH HASANUL RIZQA Sejarah pendudukan militer Jepang atau Nippon di Indonesia berlangsung selama kira-kira tiga tahun, 1942-1945. Dalam periode tersebut, kekaisaran ini tidak hanya mengeruk sumber daya alam, tetapi juga berupaya merebut simpati rakyat setempat. Dukungan dari massa dibutuhkan karena Nippon masih harus menghadapi kekuatan Sekutu di kancah Perang Dunia II, terutama gelanggang Asia Pasifik. Nippon mengerti betul bahwa mayoritas orang Indonesia adalah Muslim. Ketidaksukaan mereka terhadap Belanda pun dimanfaatkannya. Caranya dengan mengakomodasi kepentingan kalangan ini. Maka pemerintah pendudukan membentuk berbagai lembaga untuk itu. Di antaranya adalah Departemen Agama Shumubu, Kantor Urusan Agama Shumuka, dan Madjelis Sjuro Muslimin Indonesia Masjumi. Pada awalnya, kesan positif masih ditunjukkan Nippon. Akan tetapi, kekejaman dan kebengisan mereka terhadap rakyat tidak lagi dapat ditutup-tutupi. Penderitaan, kemiskinan, dan bahkan kematian akibat kebijakan penguasa merebak di mana-mana. Terlebih lagi, pemerintah pendudukan Jepang tidak hanya merepresi kaum Muslimin dalam hal politik dan ekonomi, tetapi juga kehidupan keagamaan. Kewajiban pelaksanaan saikeirei adalah salah satu contoh telak—meskipun pada akhirnya aturan itu dicabut. Dalam tesisnya, “The Role of the Ulama During the Japanese Occupation of Indonesia 1942-45”, Nourouzzaman Shiddiqi memaparkan beberapa perlawanan yang dilakukan sejumlah ulama Indonesia terhadap penjajahan Jepang. Salah satunya datang dari Tengku Abdul Djalil asal Aceh. Lelaki yang saat itu berusia 30 tahun tersebut merupakan kepala madrasah dayah di Cot Pling. Sejak awal kedatangan Jepang di Bumi Serambi Makkah, dirinya tidak pernah percaya bahwa militer Negeri Matahari Terbit akan menghormati agama Islam dan kedaulatan Aceh. Shiddiqi mengatakan, bagi Tgk Abdul Djalil, tidak ada beda antara penguasa kolonial Belanda dan Jepang. Keduanya sama-sama kafee kafir yang memusuhi kaum Muslimin. Bahkan, yang belakangan itu cenderung lebih barbar. Mereka sangat tidak mengindahkan sama sekali martabat orang Aceh. Para tentara Nippon pun suka bertindak kasar. Banyak masyarakat lokal yang merasakan arogansi militer asing tersebut Tgk Abdul Djalil merupakan salah seorang dai yang tidak termasuk anggota Persatuan Ulama Seluruh Aceh PUSA. Organisasi ini sudah terbentuk sejak zaman kolonial Belanda. Begitu mendengar kabar pecahnya Perang Dunia II, para pemimpin PUSA sepakat untuk berkompromi dengan Nippon agar Belanda hengkang dari Aceh. Setelah Nippon menguasai Penang Malaysia pada 1941, mereka mengirim utusan ke sana. Disepakatilah terbentuknya Fujiwara-kikan atau Gerakan F untuk menyerang basis-basis pertahanan Belanda di Aceh sebelum Nippon mendarat di Sumatra. Para pemuka PUSA melakukannya karena pihak Jepang berjanji untuk tidak membombardir Aceh. Akan tetapi, seperti yang dapat dilihat kemudian, para tentara Nippon bertindak semena-mena begitu menguasai Tanah Rencong. Tgk Abdul Djalil pun mengkritik langkah PUSA yang sejak awal tidak menyadari sifat khianat pada diri Nippon. Sejak 1942, makin banyak tokoh organisasi tersebut yang berpindah ke gerakan lain, semisal Masjumi. Syahidnya sang tengku Penguasa militer Jepang memberlakukan banyak aturan yang menindas kebebasan umum di Aceh. Di antaranya, masyarakat dilarang membacakan, mengedarkan, ataupun mengajarkan “Hikayat Prang Sabil". Nippon sangat paham, pengajaran teks sastrawi itu dapat menginspirasi masyarakat Aceh untuk memberontak. Karya sastra lisan tersebut merupakan sebuah syair kepahlawanan. Isinya membangkitkan semangat rakyat Aceh untuk terus berjuang melawan penjajahan, sejak zaman imperialis Portugis hingga Belanda. Namun, Tgk Abdul Djalil tidak gentar. Ia tetap mengajarkan “Hikayat Prang Sabi” kepada murid-murid di dayahnya. Maka dirinya pun berkali-kali dikirim surat panggilan pemeriksaan oleh polisi Jepang kenpeitai. Tidak satu kali pun sang mubaligh meresponsnya. Sejumlah tokoh lokal berusaha membujuknya agar tidak amat sangat terbuka melancarkan kebencian terhadap Nippon. Tgk Abdul Djalil juga diimbau agar menyerah. Kalau tidak begitu, Nippon dikhawatirkan bisa membakar dayah tempatnya mengajar dan bahkan desa tempat tinggalnya. “Menyerah belum tentu mati syahid, melainkan mati hina. Tetapi melawan sudah terang syahid!” jawab sang tengku, tegas. Menyerah belum tentu mati syahid, melainkan mati hina. Tetapi melawan sudah terang syahid! Perjuangan Tgk Abdul Djalil tercatat dalam buku Buya Hamka, Kenang-kenangan Hidup jilid tiga. Diceritakannya, dayah mubaligh tersebut akhirnya dikepung pasukan Nippon tepat pada 11 November 1942. Para santri sudah bersiap menghadapi serbuan. Namun, jalannya pertempuran sangat tidak imbang. Persenjataan para prajurit Jepang jauh mengungguli mereka. Menurut Buya Hamka, sebanyak 98 santri gugur dalam kejadian ini. Tgk Abdul Djalil sendiri kemudian ditangkap. Pengadilan Nippon menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Setelah dieksekusi, jasad sang syuhada dipertontonkan kenpeitai di hadapan publik. Tindakan itu justru semakin meningkatkan resistensi orang Aceh. Saking paniknya, pemerintah militer Nippon lantas menggeledah setiap rumah penduduk dan menyita apa pun benda tajam dari warga—bahkan termasuk pisau dapur. Pemuda Muhammadiyah Peristiwa lainnya yang dipaparkan Shiddiqi ialah perlawanan Pemuda Muhammadiyah di Pontianak, Kalimantan Barat. Sama seperti Aceh, masyarakat Kalimantan pun merasakan penindasan di bawah rezim Nippon. Organisasi tersebut lantas mempersiapkan diri untuk bangkit melawan Jepang. Mereka membentuk korps pertempuran yang disebut “Sukarela". Laskar itu secara diam-diam menjalin kontak dengan milisi serupa di Banjarmasin yang dipimpin Susilo. Kedua kelompok itu berencana, pemberontakan akan dilakukan pada 8 Desember 1943, tepat ketika Nippon merayakan tahun ketiga serangan ke Pearl Harbour. Sasaran utama korps “Sukarela” dan laskar Susilo ialah Markas Kenpeitai di Pontianak. Sayangnya, rencana tersebut tidak pernah terlaksana. Sebab, kenpeitai setempat telah mengetahuinya terlebih dahulu. Susilo dan teman-temannya di Banjarmasin kemudian diburu. Setelah berhasil ditangkap, mereka semua dieksekusi mati. Menurut Shiddiqi, Nippon dalam beberapa bulan saja di Kalimantan telah membunuh sekitar 20 ribu orang. Tidak sedikit dari para pribumi itu dimuat dalam truk—yang oleh penduduk lokal dinamakan dengan getir “Kereta Neraka". Sesudah itu, para tahanan dibawa ke daerah rawa-rawa di luar kota. Di sanalah, mereka satu per satu ditembak mati. Mengutip Colin Mason dalam Understanding Indonesia 1970, “Orang Jepang menghentikan segala upaya perlawanan dengan efisiensi yang mengerikan.” Kekerasan yang dilakukan Nippon di Aceh dan Kalimantan juga dapat dijumpai di Jawa. Seperti para saudara seiman dari kedua daerah tersebut, kaum Muslimin setempat pun menunjukkan perlawanan sekuat daya dan upaya. Mereka tidak akan tinggal diam dan menyerah di hadapan kesewenang-wenangan penguasa. Jihad di Singaparna Satu contoh perjuangan anti-imperialisme Jepang itu terjadi di Pesantren Sukamanah, Desa Cimerah, Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat. Pemimpinnya merupakan seorang kiai muda yang kharismatik, KH Zaenal Mustafa. Dia baru berusia 26 tahun saat mendirikan lembaga tersebut pada 1927. Dia sudah berjuang sejak zaman kolonialisme Belanda. Berkali-kali, ulama muda tersebut ditahan pihak penguasa. Ketika akhirnya Nippon menguasai Jawa Barat, ia termasuk dalam daftar tahanan yang dibebaskan dari Penjara Sukamiskin, Bandung. Namun, sikapnya kepada kezaliman Jepang sangatlah tegas. Pada 25 Februari 1944, Kiai Zaenal Mustafa memimpin rakyat lokal dalam Pertempuran Singaparna. Itulah kali pertama perlawanan bersenjata terjadi melawan pemerintah pendudukan Jepang di Jawa. Shiddiqi menjelaskan, Kiai Zaenal merupakan seorang pejuang yang teguh. Prinsipnya antara lain ialah tidak boleh ada pertumpahan darah antarsesama anak bangsa, terlebih lagi yang saudara seiman. Menjelang peristiwa Singaparna, para santrinya sudah mempersiapkan mental untuk jihad fii sabilillah. Mereka sudah siap gugur demi membela keyakinan. Namun, para pengikut Kiai Zaenal mendapati hal yang tidak disangka-sangka. Ternyata, ada orang-orang pribumi di antara pasukan Heiho dan kenpeitai yang mengepung Pesantren Sukamanah. Santri-santri ini pun sempat ragu untuk menghadapi para pengepung. Sebelum keputusan diambil sang kiai, tembakan sudah dinyalakan pihak militer Nippon. Dalam pertempuran ini, menurut Shiddiqi, sebanyak 117 santri Singaparna gugur. Beberapa hari kemudian, otoritas Nippon yang berpusat di Jakarta menangkap Kiai Zaenal bersama para pendukungnya, termasuk 21 orang tokoh agama Tasikmalaya. Sesudah mengalami siksaan yang berat selama di penjara, sang pejuang lalu dijatuhi hukuman mati. Eksekusi dilaksanakan di Ancol. Jenazahnya sempat dikebumikan di lokasi tersebut, tetapi kemudian dipindahkan ke daerah asalnya. Mbah Hasyim di Tahanan Nippon Masih banyak kisah heroisme kaum Muslimin Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Dengan dipimpin para ulama, mereka berjuang di hadapan penguasa militer yang keras dan zalim. Salah satu kisah yang menggetarkan hati ialah pengalaman Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari saat menghadapi rezim Nippon. Mbah Hasyim termasuk dalam tokoh-tokoh agama yang menentang praktik saikeirei. Pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama NU itu bahkan mengeluarkan fatwa haramnya mengikuti upacara demikian. Sebab, tradisi Nippon itu menjurus pada kemusyrikan, dosa terbesar menurut ajaran Islam. Fatwa yang dikeluarkan Mbah Hasyim membuat berang pemerintah pendudukan. Penguasa lalu mencari-cari cara untuk mengintimidasi pendiri Pondok Pesantren Tebuireng itu. Akhirnya, nama ulama ini disangkutpautkan dengan aksi massa di pabrik gula Jombang. Polisi Nippon menudingnya sebagai dalang kerusuhan. Menurut Ensiklopedia NU, Mbah Hasyim ditahan otoritas Nippon sekitar bulan April-Mei 1942. Awalnya, sang alim dipenjara di Jombang, tetapi kemudian dipindahkan ke Mojokerto selama empat bulan. Sempat pula ditahan di Surabaya, bersama dengan tawanan perang. Setiap pagi, seluruh tahanan dipaksa melaksanakan saikeirei. Namun, Mbah Hasyim selalu menolak melakukannya. Para sipir penjara pun menyiksanya. Waktu itu, sang ulama telah lanjut usia—70 tahun umurnya. Kakek presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid Gus Dur ini selalu teguh mempertahankan akidah. Di dalam selnya, ia tetap rutin mengamalkan wirid-wirid. Lisannya juga melafalkan ayat-ayat suci Alquran serta mengulang hafalan hadis-hadis yang terkandung dalam Shahih Bukhari. Cerita tentang keteguhan hati Mbah Hasyim selama dipenjara rezim Nippon diriwayatkan seorang komandan Hizbullah Jawa Tengah, KH Saifuddin Zuhri. Seperti dinukil dari buku Berangkat dari Pesantren 2013, Kiai Zuhri pernah bertanya kepada KH Abdul Wahid Hasyim, seorang putra tokoh tersebut “Bagaimana kabar hadratussyekh setelah keluar dari tahanan Nippon?” Menurut Kiai Abdul Wahid, kesehatan ayahandanya justru kian membaik. Bahkan, Mbah Hasyim disebutnya mampu mengkhatamkan Alquran dan Shahih Bukhari berkali-kali selama dipenjara tersebut. Pada 18 Agustus 1942, Mbah Hasyim akhirnya dibebaskan. Itu terjadi setelah para tokoh NU menyampaikan protes secara langsung kepada otoritas militer di Jakarta. Belakangan, Nippon justru merangkul kalangan ulama, termasuk sang pendiri NU. Secara terbuka, kepala pemerintahan pendudukan Jepang meminta maaf kepada umat Islam. Menurutnya, selama ini pihaknya kurang mengenal tradisi budaya Muslim. Aturan yang mewajibkan pribumi untuk melakukan saikeirei pun dicabut.