ProyekPembangunan Gedung ICU, ICCU dan NICU RSU dr. Saiful Anwar Malang pada tahun anggaran 2013 yang mengalaami keterlambatan diduga dikarenakan penggunaan metode penjadwalan yang kurang tepat. Oleh kerena itu untuk mengatasi keterlambatan tersebut, maka haruslah menggunakan metode/cara yang tepat dan benar dengan biaya yang efisien, salah MANUSIADAN PANDANGAN HIDUP Faktor yang mempengaruhi tingkah laku seseorang: 1. Faktor pembawaan (heriditas) yang telah ditentukan pada waktu seseorang masih dalam kandungan. Pembawaan merupakan hal yang diturunkan oleh orang tua. Tetapi mengapa mereka yang saudara sekandung tidak memiliki pembawaan yang sama. Adapunfaktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan psikologis adalah sebagai berikut : 1) Faktor Nativisme. Aliran atau teori nativisme dengan tokoh utamanya schopenhover dan tokoh lainnya yang masih termasuk aliran ini adalah Plato, Descartes, Lombroso. Menurut pendapat aliran ini secara ekstrim menyatakan bahwa "perkembangan manusia itu MenurutSitiPartini, pembentukan sikap dan perubahan sikap dipengaruhi oleh duafaktor yaitu:1. Faktor internal, berupa kemampuan menyeleksi dan menganalisis pengarahyang datang dari luar termasuk minat dan perhatian.2. Faktor eksternal, berupa faktor diluar induvidu yaitu pengaruh lingkunganyang diterima. 30Adapun faktor-faktor yang Namunberdasarkan Uji t secara parsial faktor-faktor yang mempengaruhi secara signifikan terhadap Mutu Prasarana Jalan Perumahan di Kabupaten Malang adalah faktor Pengawasan (X5), dengan thitung = 5.295 > dari ttabel = 2.042, Pemeliharaan (X6) dengan thitung = 2.328> dari ttabel = 2.042, Perencanaan (X7) dengan thitung = 3.418> dari ttabel = 2.042. 21. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Peserta Didik 1. Faktor internal Yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri. Dengan demikian faktor internal bisa dibagi menjadi 2 macam faktor fisik dan faktor psikis (Zunun, 2008). a 1Sebagai faktor penentu bagi perkembangan seseorang yang bersumber dari berbagai sistem pendidikan. 2.Mendorong seseorang dalam penguasaan terhadap bidang pengetahuan, 3.Agar pendidikan seseorang menjadi relevan dan paling efektif yang berorientasi pada pemberdayaan pendidikan dan pengalaman anak-didik itu sendiri. Teoriini menyatakan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh nativus atau faktor-faktor bawaan manusia sejak dilahirkan. Teori ini menegaskan bahwa manusia memiliki sifat-sifat tertentu sejak dilahirkan yang mempengaruhi dan menentukan keadaan individu yang bersangkutan. Adapunfaktor-faktor yang mempengaruhi anak berbakat adalah: 1. Kemampuan individu yang dibawa sejak lahir. Faktor bawaan akan sangat menentukan sekali pembentukan dan perkembangan bakat seseorang. Pembawaan merupakan faktor pembentuk kemampuan manusia yang pasti. Creativesummary ;factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan peserta didik dalam pendidikan (sd/mi & smp/mts). Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri. Factor fisik yaitu factor yang berhubungan dengan kondisi manusia. sA956. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pemben-tukan akhlak pada khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang sangat populer, yakni aliran Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi. Aliran Nativisme berpandangan bahwa yang paling berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor pembawaan. Jika seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi Tokoh utama aliran ini ialah Arthur Schopenhauer 1788-1860 seorang filosof Jerman. Ia menganut aliran filsafat nativisme, dikenal juga dengan aliran pesimistis yang memandang segala sesuatu dengan kaca mata hitam. Karena penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh pembawaannya, sedangkan pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh sama Berdasarkan pandangan tersebut di atas maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh peserta didik sendiri. Bagi nativisme lingkungan sekitar tidak ada artinya, sebab lingkungan tidak berdaya dalam mempengaruhi perkembangan anak. Perkembangan anak merupakan hasil perubahan dari sifat-sifat pembawaan itu sendiri. Secara ekstrem dapat dikatakan bahwa paham ini tidak mempercayai pengaruh pendidikan terhadap perkembangan anak. Kebalikan dari aliran nativisme adalah aliran empirisme dengan tokoh utamanya adalah John Locke. Doktrin aliran empirisme yang amat masyhur adalah “Tabula Rasa” sebuah istilah bahasa latin yang berarti batu tulis atau lembaran kosong. Tabula rasa menekankan pentingnya pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Artinya perkembangan manusia itu semata-mata bergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada Jika seorang peserta didik memperoleh kesempatan yang memadai untuk belajar ilmu politik, tentu kelak ia akan menjadi seorang politisi, karena ia memiliki pengalaman belajar di bidang politik. Dia tidak akan pernah menjadi pemusik, walaupun orang tuanya pemusik Suatu prinsip yang dikemukakan oleh John Locke sebagai konsekuensi dari teorinya tentang tabula rasa adalah bahwa setiap tingkah laku pada dasarnya dipelajari. Karena itu tingkah laku dapat diubah melalui pengalaman baru. Prinsip ini disebut sebagai prinsip behaviour modification modifikasi tingkah laku yang dibuktikan dengan percobaannya sebagai berikut 67Abuddin Nata, Akhlak…, Op. Cit., h. 166 – 167. 68 Muhibbin Syah, Op. Cit. h. 43-44. 69Ibid., h. 44. IQRA Jurnal Ilmu Kependidikan & Keislaman Vol. 3 No. 1 Januari-Juni 2019 ISSN 101 Diambilnya tiga buah ember. Ember pertama diisi dengan air panas, ember kedua diisi dengan air hangat, sedangkan ember ketiga diisi dengan air dingin. Kemudian orang yang dijadikan percobaan disuruh memasukkan tangan kanannya ke dalam ember yang pertama dan tangan kirinya dimasukkan ke dalam ember ketiga. Kedua tangan itu dimasukkan ke dalam ember yang berbeda secara serempak. Kemudian secara serempak pula kedua tangan itu dikeluarkan dari kedua ember semula dan dimasukkan ke dalam ember kedua yang berisi air hangat secara sempak pula. Maka, tangan kanannya merasa sejuk dan tangan kirinya merasa hangat, padahal kedua tangan itu berada dalam ember yang sama. Terbuktilah bahwa pengalaman masa lalu sangat mempengaruhi persepsi masa kini. Atau dengan adanya pengalaman masa lalu, maka terjadi modifikasi tingkah laku dalam hal ini persepsi.71 Dengan demikian jelaslah pandangan empirisme bahwa pendidikan dan perkembangan anak ditentukan oleh faktor lingkungan, baik melalui pengalaman yang diperolehnya dengan bebas maupun melalui program pendidikan. Sedangkan aliran konvergensi berpandangan bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai dengan pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Dalam proses perkembangannya faktor pembawaan dan faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting. Tokoh utamanya adalah William Stern, dia mengatakan bahwa bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan perkembangan bakat itu. Sebaliknya lingkungan yang baik tidak akan menghasilkan perkembangan anak yang optimal kalau pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk mengembangkan potensi dan kemampuan anak yang diharapkan. William Stern berkesimpulan bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan Dalam menetapkan faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, William Stern dan para ahli yang mengikutinya tidak hanya berpegang pada lingkungan/pengalaman, juga tidak berpegang hanya pada pembawaan tetapi berpegang pada kedua faktor tersebut sama pentingnya. Faktor pembawaan tidak berarti apa-apa jika tanpa faktor pengalaman. Demikian pula sebalikya, faktor pengalaman tanpa faktor bakat/pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia sesuai yang Untuk lebih kongkritnya dapat diambil sebuah contoh seorang anak yang normal pasti memiliki bakat untuk berdiri tegak di atas kedua kakinya, tetapi apabila 71Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi Cet. III; Jakarta Bulang Bintang, 1991, h. 33. 72Ibid., h. 98-99. IQRA Jurnal Ilmu Kependidikan & Keislaman Vol. 3 No. 1 Januari-Juni 2019 ISSN 102 anak tersebut tidak hidup di lingkungan masyarakat manusia, misalnya dibuang ke hutan belantara dan tinggal bersama hewan maka bakat yang ia miliki secara turun-temurun dari orang tuanya akan sulit terwujud. Jika ia hidup bersama sekelompok serigala maka ia akan berjalan di atas kedua kaki dan tangannya. Dia akan berjalan dengan merangkak seperti Serigala. Jadi bakat dan pembawaan tidak berpengaruh kalau lingkungan tidak Teori konvergensi membuka kesempatan yang luas bagi terlaksananya pendidikan sebagai pertolongan belajar kepada peserta didik. Alasannya adalah bahwa potensi intelektual yang dimiliki peserta didik dapat ditumbuhkembangkan melalui proses belajar, meskipun di lain pihak pembawaan peserta didik akan membatasi perkembangan itu. Pendekatan dalam teori konvergensi antara lain melalui pendekatan tingkah laku behavioral, yakni guru dapat menangkap ciri-ciri apakah peserta didik sudah dapat menerima pelajaran atau tidak melalui perilakunya. Tingkah laku itu mencerminkan apakah peserta didik mampu menerima dan memperoses informasi belajar yang diterimanya ataukah tidak. Kalau tidak maka guru dapat mencari informasi apa kendalanya, kemudian menyususn langkah-langkah untuk mengatasinya. Pandangan Islam lebih bercorak konvergensi daripada empiris dan nativis, karena mengakui adanya pengaruh internal berupa keimanan dalam diri dan pengaruh eksternal yang berupa kegiatan sosial dalam Manusia diciptakan oleh Allah swt. selain sebagai hamba juga sebagai penguasa khalifah di atas bumi. Sebagai hamba dan khalifah, manusia telah dibekali kemampuan jasmaniah fisiologis dan rohaniah mental psikologis yang dapat ditumbuhkembangkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya guna untuk menjalankan tugas pokoknya di atas dunia ini. Namun proses menumbuhkembangkan kemampuan manusia melalui pendidikan tidaklah menjamin akan terbentuknya watak dan bakat seseorang untuk menjadi baik sesuai kehendak pencipta-Nya, mengingat Allah sendiri telah menggariskan bahwa di dalam diri manusia terdapat kecenderungan dua arah, yaitu ke arah perbuatan fisik yang menyimpang dari peraturan dan ke arah ketakwaan yaitu menaati peraturan/perintah Allah swt.,76 seperti firman Allah swt. dalam QS Asy-Syams 91 7-10 sebagai berikut                   74Ibid. 75 Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Edisi Revisi Cet. II; Jakarta PT Bumi Aksara, 2005, h. 60. IQRA Jurnal Ilmu Kependidikan & Keislaman Vol. 3 No. 1 Januari-Juni 2019 ISSN 103 Terjemahnya Dan jiwa serta penyempurnaannya ciptaannya, Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kejahatan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. QS Asy-Syams [91] 7-10.77 Dengan demikian manusia diberi kemungkinan untuk mendidik diri dan orang lain menjadi sosok pribadi yang beruntung sesuai kehendak Allah melalui berbagai metode ikhtiarnya. Manusia memiliki kebebasan free will untuk menentukan pilihannya melalui usahanya sendiri dan akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan apa yang telah diusakannya, sebagaimana dimaksudkan oleh firman Allah swt. dalam QS An-Najm 53 39 sebagai berikut        Terjemahnya Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. QS An-Najm [53] 39.78 Persoalannya sekarang adalah apakah faktor pembawaan atau bakat yang lebih dominan mempengaruhi manusia ketika memilih ataukah hanya pengaruh lingkungan? Dalam hal ini Islam mengakomodir kedua-duanya, sebagaimana disebutkan dalam QS Ar-Rum 30 30 sebagai berikut                           Terjemahnya Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Islam; sesuai fitrah Allah tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. QS Ar-Rum [30] 30.79 Fitrah yang disebutkan pada ayat tersebut di atas berkonotasi kepada paham Nativisme, karena fitrah dalam ayat tersebut bermakna “kejadian” yang di dalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan lurus addîen al-qayyim yaitu Islam. 77 Departemen Agama RI, Al-Qur’an.., Op. Cit., h. 595. 78Ibid., h. 527. IQRA Jurnal Ilmu Kependidikan & Keislaman Vol. 3 No. 1 Januari-Juni 2019 ISSN 104 Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapapun atau lingkungan apapun, karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi Terdapat berbagai interpretasi tentang makna fitrah yang terdapat dalam QS Ar-Rum 30 30 antara lain 1. Fitrah berarti suci suci jasmani dan rohani. 2. Fitrah berarti Islam dienul Islam. 3. Fitrah berarti mengakui ke-Esa-an Allah at-Tauhid. 4. Fitrah berarti murni al-Ikhlash. 5. Fitrah berarti kondisi penciptaan manusia yang mempunyai kecenderungan untuk menerima kebenaran. 6. Fitrah berarti potensi dasar manusia sebagai alat untuk mengabdi dan ma’rifatullah. 7. Fitrah berarti ketetapan atau kejadian asal manusia mengenai kebahagiaan dan kesesatannya. 8. Fitrah berarti tabiat alami yang dimiliki manusia human nature. 9. Fitrah berarti al-Gharizah insting dan al-Munazzalah wahyu dari Allah.81 Dari berbagai pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa fitrah merupakan potensi-potensi dasar manusia yang memiliki sifat kebaikan dan kesucian untuk menerima rangsangan pengaruh dari luar menuju kepada kesempurnaan dan kebenaran. Fitrah manusia bukan satu-satunya potensi manusia yang dapat mencetak manusia sesuai dengan fungsinya, tetapi ada juga potensi lain yang merupakan kebalikan dari fitrah ini, yaitu “nafsu” yang mempunyai kecenderungan pada keburukan dan kejahatan, sebagaimana disebutkan dalam QS Yusuf 12 53 sebagai berikut                  Terjemahnya Dan Aku tidak menyatakan diriku bebas dari kesalahan, Karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat 80Muzayyin Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Edisi Revisi Jakarta PT Bumi Aksara, 2006, h. 43. 81Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka IQRA Jurnal Ilmu Kependidikan & Keislaman Vol. 3 No. 1 Januari-Juni 2019 ISSN 105 oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. QS. Yusuf [12] 53.82 Untuk itulah maka fitrah harus tetap dikembangkan dan dilestarikan. Fitrah dapat tumbuh dan berkembang secara wajar apabila mendapat pengaruh yang dijiwai oleh wahyu fitrah al-Munazzalah. Tentu saja hal ini harus didorong dengan pemahaman Islam secara kaffah universal. Semakin tinggi interaksi seseorang kepada Islam, maka semakin baik pula perkembangan Komponen-komponen potensi dasar fitrah meliputi 1. Bakat, yaitu kemampuan pembawaan yang mengacu pada perkembangan kemampuan akademis ilmiah, dan keahlian profesional dalam berbagai bidang kehidupan. Bakat berpangkal dari kemampuan kognisi daya cipta, konasi kehendak, dan emosi rasa. 2. Insting atau gharizah, yaitu suatu kemampuan berbuat tanpa melalui proses belajar mengajar. Misalnya melarikan diri, menolak, ingin tahu, melawan, menonjolkan diri, dan lain-lain. 3. Nafsu dan dorongan-dorongannya drives. Misalnya nafsu lawwamah, egosentris, dan lain-lain. 4. Karakter atau tabiat, yaitu kemampuan psikologis yang dibawa sejak lahir. Karakter berkaitan dengan tingkah laku, moral, sosial yang berkaitan dengan personalitas kepribadian seseorang. 5. Hereditas atau keturunan, merupakan kemampuan dasar yang mengandung ciri-ciri tertentu dari warisan orang tua. 6. Instuisi, merupakan kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham dari Tuhan. Instuisi menggerakkan hati nurani di luar kesadaran akal pikiran, tetapi mengandung makna yang konstruktif bagi kehidupan Dalil-dalil lainnya yang dapat diinterpretasikan untuk mengartikan “fitrah” mengandung kecenderungan yang netral,85 antara lain terdapat dalam QS An-Nahl 16 78 sebagai berikut            82Departemen Agama RI, Al-Qur’an …, Op. Cit., h. 241. 83 Muhaimin dan Abdul Mujib, Op. Cit., h. 22-23. 84Ibid., h. 23-25. IQRA Jurnal Ilmu Kependidikan & Keislaman Vol. 3 No. 1 Januari-Juni 2019 ISSN 106       Terjemahnya Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur. QS An-Nahl [16] 78.86 Fadhil al-Jamaly berpendapat bahwa firman Allah tersebut di atas menjadi petunjuk bahwa manusia harus melakukan usaha pendidikan pada aspek eksternal mempengaruhi dari luar diri anak dan kemampuan dalam diri anak internal yang bersumber dari fitrah, maka pendidikan secara operasional bersifat hidayah menunjukkan.87 Menurut peneliti fitrah tidaklah netral terhadap pengaruh dari luar, karena potensi yang terkandung di dalamnya secara dinamis mengadakan reaksi respon terhadap pengaruh dari luar. Atau dengan kata lain bahwa dalam proses perkembangannya terjadilah interaksi saling mempengaruhi antara fitrah dan lingkungan sekitar sampai akhir hayat manusia. Dalam pandangan Islam teori nativisme, empirisme, dan konvergensi diakui keberadaannya, tetapi Islam lebih bercorak konvergensi, dengan pandangannya yang mengatakan bahwa semakin tinggi interaksi seseorang terhadap Islam maka semakin baik perkembangan fitrahnya dan semakin rendah interaksi seseorang dengan Islam maka semakin rendah pula perkembangan fitrahnya. Perbedaan ketiga teori tersebut dengan Islam menurut peneliti terletak pada potensi psikologis dan nuansa ilahiahnya. Iman Abdul Mukmin Sa’duddin berpendapat bahwa faktor terpenting yang mempengaruhi pembentukan akhlak adalah adat atau kebiasaan, sifat keturunan, dan lingkungan. Sifat keturunan berperan mensuplai macam-macam insting, kecenderungan dan kegemaran. Lingkungan membawa insting yang sudah stabil itu cenderung kepada kebaikan atau keburukan. Dalam hal ini agar cenderung kepada kebaikan, mesti ada upaya praktik terus-menerus hingga menjadi adat atau kebiasaan yang sulit Menurut Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin proses terjadinya akhlak ada 5 lima fase, yaitu Pertama; ide, yaitu kata hati atas suatu kecenderungan. Kedua; kecenderungan, yaitu tertujunya seseorang kepada salah satu ide yang tergambar dalam hati dan ingin mencapainya. Jika salah satu kecenderungan 86 Departemen Agama RI, Op. Cit., h. 275. 87Fadhil al-Jamaly dalam Muzayyin Arifin, Loc. Cit. 88Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin, op. cit., h. 40 – 41. IQRA Jurnal Ilmu Kependidikan & Keislaman Vol. 3 No. 1 Januari-Juni 2019 ISSN 107 mengalahkan kecenderungan-kecenderungan lainnya maka kecenderungan itu menjadi harapan. Ketiga; Harapan, yaitu menangnya salah satu kecenderungan atas semua kecenderungan dalam hati seseorang. Jika harapan itu telah dipertimbangkan dengan matang dan membulatkan tekad kepadanya maka harapan ini menjadi suatu keinginan. Keempat; keinginan, yaitu sifat diri yang telah membulatkan tekad terhadap salah satu harapan untuk dapat dibuktikan. Kelima; adat, yaitu keinginan yang dilakukan secara berulang-ulang dan lahir dari dalam dengan spontan. Adat inilah yang disebut Sedangkan H. A. Mustofa berpendapat bahwa setiap perilaku manusia didasarkan atas kehendak yang timbul dari kejiwaan. Walaupun panca indra kesulitan melihat pada dasar kejiwaan, namun dapat dilihat dari wujud kelakuan yang menjadi dasar seseorang melakukan tindakan, yakni insting, pola dasar bawaan turunan, lingkungan, kebiasaan, kehendak, dan Sementara itu Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga berpendapat bahwa ada 4 empat faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak, yaitu insting naluri, adat kebiasaan, keturunan, dan Yatimin Abdullah mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak, yakni insting naluri, pola dasar bawaan, nafsu, adat kebiasaan, lingkungan, kehendak dan Dari berbagai pandangan tentang faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak maka peneliti sependapat dengan Abu Ahmadi yang menyimpulkan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi tingkah laku manusia, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor biologis dan psikologis. Sedangkan faktor eksternal mencakup lingkungan fisik dan lingkungan sosial Interaksi manusia merupakan akibat dari salah satu sifat asli manusia sebagai makhluk sosial, atau biasa disebut sebagai zoon politicon Warsah & Daheri, 2021, hlm. 181. Sebagai makhluk individual, manusia mempunyai dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri. Namun, sebagai makhluk sosial, manusia mempunya dorongan atau motif untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Karena dorongan sosial inilah, manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan interaksi sosial. Selain itu, manusia juga merupakan dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya, yang terikat oleh hukum-hukum alam. Hal tersebut juga menciptakan interaksi manusia dengan lingkungan hidup. Sebagai makhluk hidup, manusia merupakan makhluk yang dinamis dalam arti bahwa manusia dapat mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat interaksi dengan lingkungan hidup. Perilaku manusia dapat berubah dari waktu ke waktu. Dengan demikian interaksi manusia dan lingkungan baik itu lingkungan sosial atau lingkungan hidup adalah hal yang tidak terelakan baik secara intrinsik maupun ekstrinsik. Berikut adalah berbagai kumpulan literasi mengenai interaksi manusia dengan lingkungannya. Pengertian Interaksi Sebagai makhluk sosial dan tidak dapat hidup tanpa alam, manusia secara alami akan mengadakan hubungan atau interaksi dengan orang lain dan lingkungan alam. Namun tentunya interaksi tersebut tidak selalu berjalan mulus. Sebagian orang dapat berinteraksi dengan baik dengan orang lain, sementara itu sebagian mengalami kesulitan. Dengan demikian, interaksi merupakan hal yang dipelajari dalam kehidupan. Seseorang dengan umur yang lebih matang cenderung dapat melakukan interaksi dengan lebih baik dari pada yang masih muda. Oleh karena itu, interaksi juga merupakan suatu proses. Selain itu, ada yang baik dan ada yang buruk juga dalam interaksi seseorang. Hal demikian juga menunjukkan bahwa interaksi merupakan suatu kemampuan yang dipelajari. Interaksi merupakan suatu keterampilan, sesuatu sebagai hasil belajar. Salah satu hukum dalam belajar adalah mengenai latihan, pembiasaan atau conditioning. Oleh karena itu, agar mendapatkan keterampilan dalam berinteraksi, kita memerlukan adanya latihan. Orang yang kurang latihan dalam berinteraksi dapat dipastikan kurang terampil dalam berinteraksi. Dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain atau sebaliknya. Pengertian penyesuaian diri di sini dalam arti yang luas yaitu bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan di sekitarnya, atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri individu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan. Dapat disimpulkan bahwa interaksi adalah suatu proses melakukan hubungan dengan orang lain, lingkungan alam, maupun hal-hal lain yang menjadi sifat dasar dan kebutuhan manusia baik itu dengan cara berkembang melalui belajar maupun adaptasi untuk mencapai keadaan diri individu yang sesuai dengan kebutuhan. Dengan demikian, manusia akan senantiasa mengalami perkembangan, memiliki faktor internal yang memengaruhi interaksinya, dan berhubungan langsung dengan lingkungannya. Faktor-faktor tersebut merupakan inti dari proses interaksi manusia dengan lingkungannya. Berikut adalah pemaparan-pemaparannya. Perkembangan Manusia Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, dalam suatu proses interaksi manusia senantiasa berkembang agar mampu melakukannya. Perkembangan manusia ini amatlah menentukan bagaimana seorang individu mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial maupun alam. Akibat dari unsur kehidupan yang ada pada manusia, manusia berkembang dan mengalami perubahan, baik itu dalam segi fisiologis maupun psikologis. Terdapat banyak teori yang membahas mengenai manusia dan perkembangannya. Beberapa teori-teori perkembangan manusia tersebut di antaranya adalah sebagai berikut. Teori Perkembangan Nativisme Teori Nativisme menyatakan bahwa perkembangan manusia itu akan ditentukan oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor keturunan yang merupakan faktor-faktor yang dibawa oleh individu sejak dilahirkan Saleh, 2018, hlm. 144. Menurut teori ini sewaktu individu dilahirkan telah membawa sifat-sifat tertentu, dan sifat inilah yang akan menentukan keadaan individu yang bersangkutan, sedangkan faktor lain yaitu lingkungan, termasuk di dalamnya pendidikan dapat dikatakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan individu itu. Teori ini dikemukakan oleh Schopenhouer Bigot, dkk.,1950 dalam Saleh, 2018, hlm. 144. Teori ini berpandangan bahwa seakan-akan manusia ditentukan oleh sifat sebelumnya, tidak dapat diubah, sangat tergantung pada sifat yang diturunkan dari orang tuanya. Dengan kata lain teori ini juga mengemukakan bahwa setiap manusia yang dilahirkan dibekali membawa bakat-bakat, baik yang berasal dari orang tuanya, nenek moyang atau jenisnya. Apabila pembawaannya itu baik maka akan baik pula anaki itu kelak, demikian juga sebaliknya. Teori Perkembangan Empirisme Teori empirisme berpandangan bahwa perkembangan individu akan ditentukan oleh empirisnya atau pengalaman-pengalamannya yang diperoleh selama perkembangan individu Saleh, 2018, hlm. 146. Pengalaman yang dimaksud dapat juga berupa pendidikan yang diterima oleh individu. Menurut teori ini individu yang dilahirkan dianggap sebagai kertas putih bersih yang belum ditulis, dan perkembangan individu adalah proses penulisannya. Teori empirisme ini dikemukakan oleh John Locke, juga sering dikenal dengan teori tabularasa yang berarti buku kosong atau lembaran kertas putih yang dapat diisi oleh apa pun dan siapa pun. Dengan demikian teori empirisme adalah teori yang memandang keturunan atau pembawaan tidak mempunyai peranan dan membuatnya menjadi kebalikan atau lawan dari teori nativisme. Selain dipengaruhi oleh orang lain dan pendidikan, teori perkembangan empirisme juga menekankan bahwa lingkungan juga dapat mengisi lembaran kosong seseorang. Lingkungan yang mempengaruhi tingkah-laku terdiri dari lima aspek, yaitu geografis, historis, sosiologis, kultiral dan psikologis Mahmud, 1984 dalam Saleh, 2021, hlm. 148. Lingkungan geografis disebut juga lingkungan alamiah, yaitu lingkungan yang ditentukan oleh letak wilayah seperti di dataran, pegunugan, dan pesisir pantai; kondisi iklim seperti panas di gurun sahara, tropis, seddang, dan salju; sumber penghasilan seperti wilayah industry, pertanian, pertambangan, dan perminyakan. Lingkungan historis yaitu lingkungan yang ditentukan oleh ciri suatu masa atau era dengan segala perkembangan peradabannya. Misalnya masa klasik, masa kemunduran, masa pencerahan, masa modern, era industri dan sebagainya. Lingkungan sosiologis adalah lingkungan yang ditentukan oleh hubungan antar individu dalam suatu komunitas sosial. Hubungan ini selalu dikaitkan dengan tradisi, nilai-nilai, perpaturan dan undang-undang. Lingkungan kultural, adalah lingkungan yang ditentukan oleh kultur suatu masyarakat. Kultur ini meliputi cara berpikir, bertindak, berperasaan, dan sebagainya. Lingkungan psikologis adalah lingkungan yang ditentukan oleh kondisi kejiwaan, seperti kondisi rasa tanggung jawab, toleransi, kesadaran, kemerdekaan, keamanan, kesejahteraan dan sebagainya Saleh, 2018, hlm. 147-148. Teori Konvergensi Teori konvergensi merupakan teori gabungan konvergensi dari nativisme dan empirisme yang dikemukakan oleh William Stern yang beranggapan bahwa pembawaan lahir, pengalaman, maupun lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan individu Saleh, 2018, hlm. 150. Perkembangan individu akan ditentukan baik oleh faktor yang di bawa sejak lahir faktor endogen maupun faktor lingkungan termasuk pengalaman dan pendidikan yang merupakan faktor eksogen. Penelitian dari W. Stern memberikan bukti tentang kebenaran dari teorinya, dan dapat diterima oleh para ahli pada umumnya, sehingga teori yang dikemukakan oleh W. Stern merupakan salah satu hukum perkembangan individu di samping adanya hukum-hukum perkembangan yang lain. Golongan ini muncul karena melihat kedua pendapat Nativisme dan Empirisme di atas yang saling bertentangan dan keduanya berada pada garis yang ekstrim, dan banyak mempunyai kelemahan-kelemahan jika dihadapkan dengan realitas yang ada terlebih lagi pada abad modern. Faktor Endogen Faktor endogen adalah faktor yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga akhirnya dilahirkan Saleh, 2018, hlm. 156. Endogen sering disebut juga sebagai faktor faktor keturunan atau faktor pembawaan. Faktor ini terjadi sebagai akibat dari bertemunya ovum dari ibu dan sperma dari ayah sehingga faktor endogen yang dibawa oleh individu itu mempunyai sifat-sifat seperti orang tuanya. Kenyataan menunjukkan bahwa saat individu dilahirkan, telah ada sifat-sifat jasmaniah yang diturunkan oleh orangtua kepada anaknya, misalnya karena orangtuanya berkulit putih, maka individu yang dilahirkannya pun memiliki kulit putih. Warna rambut juga sangat bervariasi tergantung dari faktor keturunannya, baik itu warna hitam, merah, cokelat, atau pirang. Individu juga mempunyai pembawaan-pembawaan yang berhubungan dengan sifat-sifat kejasmanian dan tempramen, maka individu masih mempunyai sifat-sifat pembawaan yang berupa bakat. Bakat bukan merupakan satu-satunya faktor yang dibawa individu sewaktu dilahirkan, melainkan hanya merupakan salah satu faktor yang dibawa sewaktu dilahirkan. Di samping itu, individu juga mempunyai sifat-sifat pembawaan psikologis yang erat hubungannya dengan keadaan jasmani yaitu temperamen. Temperamen merupakan sifat-sifat pembawaan yang erat hubungannya dengan struktur kejasmanian seseorang, yaitu yang berhubungan dengan fungsi-fungsi fisiologis seperti darah, kelenjar-kelenjar, cairan-cairan lain, yang terdapat dalam diri manusia. Faktor Eksogen Faktor eksogen merupakan yang datang dari luar diri individu, merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitar, pendidikan Saleh, 2018, hlm. 157. Pengaruh pendidikan dan lingkungan sekitar itu sebenarnya terdapat perbedaan. Pada umumnya pengaruh lingkungan bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan suatu paksaan kepada individu. Lingkungan memberikan kesempatan-kesempatan kepada individu, bagaimana individu mengambil manfaat dari kesempatan yang diberikan oleh lingkungan tergantung kepada individu. Tidak demikian halnya dengan pendidikan. Pendidikan dijalankan dengan penuh kesadaran dan dengan secara sistematis untuk mengembangkan sistematis untuk mengembangkan potensi-potensi ataupun yang ada pada individu sesuai dengan cita-cita atau tujuan pendidikan. Hubungan Manusia dengan Lingkungannya Pada teori konvergensi disebutkan bahwa lingkungan memiliki peranan penting dalam perkembangan jiwa manusia. Lingkungan tersebut terbagi dalam beberapa kategori yaitu Lingkungan fisik, berupa alam seperti keadaan alam atau keadaan tanah serta musim; Lingkungan sosial, berupa lingkungan tempat individu berinteraksi. Lingkungan sosial dibedakan dalam dua bentuk, yakni lingkungan sosial primer dan sekunder. Lingkungan sosial primer adalah lingkungan yang anggotanya saling kenal, sementara itu lingkungan sosial sekunder adalah lingkungan yang hubungan antara anggotanya bersifat longgar. Hubungan individu dengan lingkungannya juga memiliki hubungan timbal balik lingkungan mempengaruhi individu dan individu mempengaruhi lingkungan. Sikap individu terhadap lingkungan dapat dibagi dalam 3 kategori yaitu Individu menolak lingkungan jika tidak sesuai dengan yang ada dalam diri individu; Individu menerima lingkungan jika sesuai dengan yang ada dalam diri individu; Individu bersikap netral atau berstatus. Interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya Warsah & Daheri, 2021, hlm. 182. Artinya, terdapat hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial Dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain atau sebaliknya. Saat dialami, interaksi sosial terasa sederhana, kenyataannya interaksi sosial merupakan suatu proses yang kompleks. Oleh karena itu terdapat beragam faktor yang dapat mempengaruhi interaksi sosial yang di antaranya adalah sebagai berikut. Faktor Imitasi Gabrile Tarde berpendapat bahwa seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan faktor imitasi saja. Meskipun terdengar sebagai pernyataan yang berat sebelah, kenyataannya faktor imitasi adalah faktor yang kuat dalam mempengaruhi interaksi sosial. Misalnya, jika kita mengamati bagaimana seorang anak belajar berbicara. Mula-mula, ia seakan-akan mengimitasi dirinya sendiri, ia mengulang-ulang bunyi kata tertentu hingga mulai meniru perkataan orangtuanya. Faktor Sugesti Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial hampir sama. Bedanya adalah bahwa dalam imitasi itu orang yang satu mengikuti sesuatu di luar dirinya. sedangkan pada sugesti, seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain di luarnya. Sugesti dalam psikolgi sosial dapat kita rumuskan sebagai suatu proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu Walgito, 2010 dalam Warsah & Daheri, 2021, hlm. 185. Faktor Identifikasi Faktor lain yang memegang peranan dalam interaksi sosial ialah faktor identifikasi. Identifikasi adalah suatu istilah yang dikemukakan oleh Freud, seorang tokoh dalam psikologi dalam, khususnya dalam psikoanalisis. Identifikasi merupakan dorongan untuk menjadi identik sama dengan orang lain. Dalam garis besar hal ini dapat ditempuh dengan dua cara, pertama dari pendidikan, anak mempelajari dan menerima norma-norma sosial itu karena orang tua dengan sengaja mendidiknya. Kedua dalam proses identifikasi ini seluruh norma-norma, cita-cita, sikap dan sebagainya dari orang tua sedapat mungkin dijadikan norma-norma, sikap-sikap dan sebagainya itu dari anak sendiri, dan anak menggunakan hal tersebut dalam perilaku sehari-hari. Faktor SimpatiSimpati merupakan perasaan rasa tertarik kepada orang lain. Oleh karena simpati merupakan perasaan, maka simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan atas dasar perasaan atau emosi. Dalam simpati orang merasa tertarik kepada orang lain yang seakan-akan berlangsung dengan sendirinya, apa sebabnya merasa tertarik sering tidak dapat memberikan penjelasan lebih lanjut. Di samping individu mempunyai kecenderungan tertarik pada orang lain, individu juga mempunyai kecenderungan untuk menolak orang lain, ini yang sering disebut antipati. Interaksi Manusia dengan Alam Interaksi manusia dengan lingkungan alam atau lingkungan hidup adalah interaksi manusia dengan segala sesuatu yang ada di sekitar kita, baik berupa benda hidup maupun benda mati, benda abstrak maupun benda nyata termasuk manusia lainnya serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi di antara elemen-elemen alam tersebut. Dari definisi tersebut tampak bahwa lingkungan hidup atau lingkungan alam ini sangatlah luas pengertiannya. Untuk mengerucutkannya kita dapat membaginya menjadi beberapa kelompok utama lingkungan yang terdiri atas lingkungan hidup biotik dan tak hidup abiotik LIngkungan alamiah dan Buatan manusia Lingkungan Prenatal, dan Postnatal Lingkungan Biofisis dan Psikososial Hubungan manusia dengan alam ini juga telah memercikan banyak dialog dan pendapat dari para ahli yang beragam. Beberapa teori atau paham yang hingga kini menjadi pusat dialog utama mengenai hubungan manusia dengan alam adalah sebagai berikut. Paham Determinisme Charles Darwin dalam teori evolusinya berpendapat bahwa makhluk hidup secara berkesinambungan mengalami perkembangan yang dipengaruhi oleh alam. Selanjutnya menurut Ratzel, perkembangan populasi dan budaya berkembang ditentukan oleh kondisi alam pula. Elsworth Huntingon menyatakan iklim juga sangat menentukan perkembangan kebudayaan manusia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia dan perilakunya sangat ditentukan oleh alam, dan inilah narasi utama dari paham determinisme. Paham Posibilisme Sementara itu paham posibilisme menyatakan bahwa alam tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupan karena posibilitas memiliki alamlah yang didapatkan manusia. Manusia dapat mengontrol alam sesuai dengan kehendaknya. Paham Optimisme Teknologi Menurut paham ini, teknologi adalah tulang punggung pembangunan. Sebagai akibat dari kemajuan tekonlogilah kita dapat menguak berbagai rahasia alam untuk dimanfaatkan menjadi kesejahteraan manusia. Paham Keyakinan Tuhan Alam dan seisinya diciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa dengan dibantu IPTEK disertai pemeliharaannya oleh manusia. Referensi Saleh, 2018. Pengantar psikologi. Makassar Penerbit Aksara Timur. Warsah, I., Daheri, M. 2021. Psikologi suatu pengantar. Yogyakarta Tunas Gemilang Press. A. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembinaan Anak Berbakat dalam Perspektif Pendidikan Islam Bakat berkembang sebagai hasil interaksi dari faktor yang bersumber dari dalam individu dan dari lingkungannya. Apabila kedua faktor tersebut bersifat saling mendukung maka bakat yang akan dapat berkembang secara optimal. Faktor endogen adalah “Faktor pembawaan atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga kelahiran.”[26] Jadi faktor endogen merupakan faktor keturunan atau faktor pembawaan. Oleh karena itu pada individu tersebut terjadi dari bertemuanya ovum dari ibunya dan sperma dari ayahnya, maka tidak heran bila faktor yang terbawa oleh seseorang individu sama dengan yang dialami oleh orang tuanya. Genitas manusia telah ada semenjak manusia itu lahir, jahat, baik, dan buruk semua telah ada, tinggal bergantung pada manusia itu sendiri, menumbuhkan baik atau yang jahat. Hal ini merupakan faktor pembawaan endogen. Abu Ahmadi dalam bukunya Psikologi Umum juga mengatakan hal yang senada, beliau mengatakan bahwa “endogen adalah faktor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga kelahirannya.”[27]. Maka tidaklah mengherankan kalau faktor endogen yang dibawa oleh individu itu mempunyai sifat-sifat seperti orang tuanya. Seperti pepatah indonesia “air di cucuran akhirnya jatuh ke pelimbahan juga.” Ini berarti bahwa keadaan atau sifat-sifat dari anak itu tidak meninggalkan sifat-sifat dari orang tuanya. Demikian pula gen ini merupakan satuan kimia yang diwariskan dalam kromosum yang dengan interaksi lingkungan mempengaruhi atau menetukan suatu individu. Demikian juga perpaduan antara bakat yang dibawa dari kelahiran serta pendidikan yang tepat merupakan cara yang paling tepat dalam proses pembentukan anak dalam masyarakat. Anak yang baru lahir selalu menuntut penyempurnaan dirinya, bahkan sejak ia dalam kandungan. Anak dalam kandungan melalui ibunya mengalami proses pematangan diri, baik fisik mental dan emosional. Hubungan batin antara ibu dan anak dalam kandungan terjalin sangat erat sekali. Kegoncangan emosional dan keterbatasan yang dilakukan ibu mempengaruhi perkembangan anak secara keseluruhan. Perkembangan dalam arti kuantitatif maupun kualitatif dengan perantaraan ibu, anak dalam kandungan memenuhi tuntutan kejiwaannya untuk mencapai perkembangan tersebut. Begitu besarnya pengaruh ibu terhadap anak, sehingga pendidikan anak dapat dilakukan selama dalam kandungan. Menurut Syaiful Bahri Djamarah mengatakan “bahwa anak harus diberikan pendidikan sedini mungkin bahkan sejak kedua orang tuanya memasuki jenjang perkawinan, harus sudah mengklasifikasikan bagaimana anak yang akan mereka lahirkan nanti.”[28] Ketika suami isteri bergaul sudah diawali dengan do’a agar dengan do’a itu setan tidak ikut campur menurut ajaran Islam karena dalam tetes air suci ovum yang tersimpan dalam rahim isteri bukan terdiri dari bahan-bahan jasmaniah semata, tetapi juga mengandung benih watak dan tabiat calon anak. makanan ibu yang mengandung akan menjadi vitamin anak kelak. Demikian juga kelakuan ibu dan bapak akan menjadi vitamin jiwa calon anak. Anak yang dilahirkan ke dunia ini sebagai individu yang memiliki ciri dan bakat tertentu yang bersifat laten. Ciri-ciri dan bakat inilah yang akan membedakan dengan anak lainnya dalam lingkungan sosial. Lingkungan sosial di sini adalah lingkungan sosial masyarakat dalam arti yang luas. Faktor pembawaan yang berhubungan dengan keadaan jasmani pada umumnya tidak dapat diubah. Bagaimana besar keinginan orang untuk mempunyai warna kulit yang putih bersih, hal ini tidak mungkin kalau karena faktor keturunan kulitnya berwarna coklat, demikian pula halnya dengan lainnya. Di samping itu individu juga mempunyai sifat-sifat pembawaan psikologik yang erat hubungannya dengan keadaan jasmani yaitu temperamen. “Temperamen merupakan sifat-sifat seseorang yang erat hubungannya dengan struktur kejasmanian seseorang, yaitu yang berhubungan dengan fungsi-fungsi seperti darah, kelenjar, dan cairan-cairan lain yang terdapat dalam diri manusia”.[29] Temperamen berbeda dengan karakter atau watak, yang kadang-kadang kedua pengertian itu dipersamakan satu dengan yang lain. Karakter atau watak yaitu merupakan keseluruhan dari sifat seseorang yang nampak dalam perbuatannya sehari-hari, sebagai hasil pembawaan maupun lingkungan. Temperamen pada umumnya bersifat tidak konstan, dapat berubah-ubah sesuai dengan pengaruh lingkungan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Abu Ahmadi adalah “pada individu ada bagian yang dapat berubah dan ada yang tidak dapat diubah. Yang tidak dapat berubah inilah yang lebih bersifat konstan yaitu yang berhubungan dengan temperamen. Agar potensi anak menjadi aktualisasi dibutuhkan kesempatan untuk dapat mengaktualisasi moral dan karakter anak, karena kemungkinan ada bakat yang tidak dapat berkembang atau tidak dapat beraktualisasi karena kesempatan tidak atau kurang memungkinkan. “Mengaktualisasi moral dan karakter anak diperlukan lingkungan yang baik, dan mendukung, disinilah letak peranan lingkungan dalam perkembangan tingkah laku anak. Karena itu langkah yang baik ialah memberi kesempatan untuk mengembangkan pendidikan tingkah laku anak”.[30] Faktor eksogen merupakan faktor yang datang dari luar diri individu, merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitarnya, pendidikan dan sebagainya, yang sering disebut dengan “milie.” Pengaruh pendidikan dan pengaruh lingkungan bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan suatu paksaan kepada individu. Lingkungan memberikan kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan kepada individu. Bagaimana individu mengambil manfaat dari kesempatan yang diberikan oleh lingkungan tergantung kepada individu yang bersangkutan. Tidak demikian halnya dengan pendidikan, pendidikan dijalankan dengan penuh kesadaran dan dengan secara sistematik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada individu sesuai dengan cita-cita atau tujuan pendidikan. Dengan demikian pendidikan itu bersifat aktif, penuh tangung jawab dan ingin mengarahkan perkembangan individu ke suatu tujuan tertentu. Sekalipun pengaruh lingkungan tidak bersifat memaksa, namun tidak dapat diingkari peranan lingkungan cukup besar pengaruhnya dalam perkembangan tingkah laku anak. Hubungan individu dengan lingkungan ternyata tidak hanya berjalan sebelah, dalam arti hanya lingkungan saja yang mempunyai pengaruh terhadap individu. “Hubungan antara individu dengan lingkungannya terdapat hubungan yang saling timbal balik, yaitu lingkungan dapat mempengaruhi individu, tetapi sebaliknya juga dapat mempengaruhi lingkungan”.[31] Setiap manusia sebagai pribadi tentu berkomunikasi dengan manusia lainya. Dalam proses antar individu itu manusia akan terbawa oleh sikap spontan karena latihan atau pembawaan. Disinilah Islam kemudian memberikan ajaran tegas bagaimana seseorang itu bergaul dengan sesamanya, apakah pada tingkatan emosi ataupun dalam bentuk berperilaku nyata. Pada dasarnya setiap orang diajarkan oleh Allah Swt untuk menolong sesamanya yang memerlukan pertolongan. Islam mengajarkan manusia agar membantu sesama makhluk, bahkan hewan sekalipun bila menderita perlu ditolong. Perilaku menolong sesama ini perlu dilatih dan dibiasakan sehingga akhirnya menjadi tingkah laku atau kepribadian setiap pribadi manusia. Sifat egois yang mementingkan diri sendiri dan acuh terhadap lingkungan sekitarnya bukan tuntunan Islam. Sesungguhnya situasi interaksi edukatif tidak bisa terlepas dari pengaruh latar belakang kehidupan anak. Untuk itulah pembawaan genetik dan lingkungan anak perlu dibicarakan untuk mendapatkan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi anak sebelum masuk lembaga pendidikan formal. Pendidikan merupakan bagian dari kehidupan manusia. karena itu mutlak diperlukan. Anak yang baru lahirpun memerlukan pendidikan, bahkan sejak ia dalam kandungan ibu. Pada umumnya sikap dan kepribadian anak ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan, yang dilalui sejak masa kecil. Pendidikan merupakan kebutuhan hidup dan tuntutan kejiwaan. Perkembangan dan kematangan jiwa seseorang anak dipengaruhi oleh faktor pembawaan lingkungan. Lingkungan dapat dijadikan tempat kematangan jiwa seseorang. Bakat berkembang sebagai hasil inreaksi dari faktor yang bersumber dari dalam individu dan dari lingkungannya. Apabila kedua faktor tersebut bersifat saling mendukung maka bakat yang ada akan dapat berkembang secara optimal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi anak berbakat adalah 1. Kemampuan individu yang dibawa sejak lahir. Faktor bawaan akan sangat menentukan sekali pembentukan dan perkembangan bakat seseorang. Pembawaan merupakan faktor pembentuk kemampuan manusia yang pasti. Hal ini berarti bahwa kemampuan yang dimiliki seseorang ditentukan oleh faktor bawaan dan kemampuan tersebut hanya akan dapat berkembang samapai batas-batas tertentu. “Lingkungan tidak akan merubah membentuk manusia melebihi batas kemampuan yang dimiliki manusia. Kemampuan ini diturunkan oleh orang tua kepada anak-anaknya melebihi sel-sel khusus”.[32] 2. Minat individu yang bersangkutan Suatu bakat tertentu tidak akan berkembang dengan baik apabila tidak disertai minat yang cukup tinggi terhadap bidang atau hal yang sesuai dengan bakat tersebut. Misalnya sesorang yang memilki bakat yang cukup tinggi terhadap bidang atau hal yang sesuai dengan bakat tersebut. Misalnya seseorang yang memilki bakat cukup tinggi sebagai ahli mesin, apabila ini tidak atau kurang berminat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan mesin, maka bakatnya tersebut tidak akan dapat berkembang secara baik. 3. Motivasi yang dimilki Individu Suatu bakat akan menjadi kurang berkembang atau tidak akan menonjol bila kurang disertai oleh adanya motivasi yang cukup tinggi untuk mengaktualisasikannya, karena motivasi berhubungan erat dengan daya juang seseorang untuk mencapai suatu tujuan. “Faktor kepribadian ini juga sangat memegang peranan bagi perkembangan bakat seseorang, misal konsep diri, rasa percaya diri, keuletan atau keteguhan dalam berusaha, kesediaan untuk menerima kritik dan saran demi untuk meraih sukses yang tinggi”.[33] Bakat tertentu akan berkembang dengan baik apabila sudah mendekati atau menginjak masa pekanya. “Suatu hal yang sulit bagi kita adalah dalam menentukan kapankah saatnya pada usia berapakah suatu kemampuan atau bakat tertentu sudah matang untuk dikembangkan atau dilatih, karena untuk masing-masing kemampuan dan untuk setiap orang kematangannya belum tentu atau tidak selalu sama”.[34] Sebagaimana sudah diuraikan sebelumnya bahwa lingkungan juga memegang peranan yang sangat menentukan berkembangnya suatu bakat. Oleh karena itu, lingkungan dapat berfungsi sebagai perangsang untuk berkembangnya bakat, tetapi dapat juga sebaliknya lingkungan justru menjadi fakor penghambat bagi aktualisasi dan perkembangan bakat yang dimilki seseorang. Lingkungan dalam hal ini dapat dipilih menjadi[35] a. Lingkungan dalam keluarga b. Lingkungan disekitar tempat tinggal c. Lingkungan pendidikan baik yang bersifat formal, informal, pelatihan, kursus dan sebagainya. [26] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Jakarta Rineka Cipta, 2003, hal. 56. [28] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak …, hal. 60. [29] Abu Ahmadi, Psikologi Umum.., hal. 60. [30] Abdul Rahman Shaleh, Psikologi...., hal. 260. [32] Abu Ahmadi, Psikologi Umum.., hal. 66 [34] Abdul Rahman Shaleh, Psikologi …, hal. 298.